6.1 MENDESKRIPSIKAN
SUPRA STRUKTUR DAN INFRA STRUKTUR DI INDONESIA
1.) Menganalisis Pengertian Sistem
Politik Indonesia
Sistem adalah suatu kesatuan yang masing-masing bagiannya saling berhubungan.
Politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu negara yang menyangkut proses penentuan tujuan di sistem tersebut.
Pengertian Sistem Politik ( tata cara mengatur negara) adalah semua tindakan yang berkaitan dengan pembuatan keputusan-keputusan yang mengikat masyarakat.
Sistem Politik suatu negara dipengaruhi oleh :
1. Pluralitas
2. Orientasi Publik
3. Kepemimpinan
4. Demokrasi
5. Pembangunan Politik
Periode perkembangan demokrasi di Indonesia menurut Zaelani Sukaya :
* 1945 - 1959 : Demokrasi parlementer
* 1959 - 1965 : Demokrasi Terpimpin
* 1966 - 1998 : Demokrasi Pancasila Orde Baru
* 1999 - Sekarang : Demokrasi Pancasila era reformasi
Sebagai suatu sistem, sistem politik terdiri atas berbagai sub sistem antara lain sistem kepartaian, sistem pemilihan umum, sistem budaya politik dan sistem peradaban politik lainnya. Dalam eksistensinya sistem politik akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan tugas dan fungsi pemerintahan serta perubahan dan perkembangan yang ada dalam faktor lingkungan.
Politik adalah semua lembaga-lembaga negara yang tersebut di dalam konstitusi negara ( termasuk fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif ). Dalam Penyusunan keputusan-keputusan kebijaksanaan diperlukan adanya kekuatan yang seimbang dan terjalinnya kerjasama yang baik antara suprastruktur dan infrastruktur politik sehingga memudahkan terwujudnya cita-cita dan tujuan-tujuan masyarakat/Negara. Dalam hal ini yang dimaksud suprastruktur politik adalah Lembaga-Lembaga Negara. Lembaga-lembaga tersebut di Indonesia diatur dalam UUD 1945 yakni MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial. Lembaga-lembaga ini yang akan membuat keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kepentingan umum.
Badan yang ada di masyarakat seperti Parpol, Ormas, media massa, Kelompok kepentingan (Interest Group), Kelompok Penekan (Presure Group), Alat/Media Komunikasi Politik, Tokoh Politik (Political Figure), dan pranata politik lainnya adalah merupakan infrastruktur politik, melalui badan-badan inilah masyarakat dapat menyalurkan aspirasinya. Tuntutan dan dukungan sebagai input dalam proses pembuatan keputusan. Dengan adanya partisipasi masyarakat diharapkan keputusan yang dibuat pemerintah sesuai dengan aspirasi dan kehendak rakyat.
Di Indonesia, sistem politik yang dianut adalah sistem politik demokrasi pancasila yakni sistem politik yang didasarkan pada nilai-nilai luhur, prinsip, prosedur dan kelembagaan yang demokratis. Adapun prinsip-prinsip sistem politik demokrasi di Indonesia antara lain:
1. pembagian kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif berada pada badan yang berbeda
2. Negara berdasarkan atas hukum
3. Pemerintah berdasarkan konstitusi
4. jaminan terhadap kebebasan individu dalam batas-batas tertentu
5. pemerintahan mayoritas
6. pemilu yang bebas
7. parpol lebih dari satu dan mampu melaksanakan fungsinya
Sebagai suatu sistem, prinsip-prinsip ini saling berhubungan satu sama lain. Sistem politik demokrasi akan rusak jika salah satu komponen tidak berjalan atau ditiadakan. Contohnya, suatu negara sulit disebut demokrasi apabila hanya ada satu partai politik. Dengan satu partai, rakyat tidak ada pilihan lain sehingga tidak ada pengakuan akan kebebasan rakyat dalam berserikat, berkumpul dan mengemukakan pilihannya secara bebas. Dengan demikian berjalannya satu prinsip demokrasi akan berpengaruh pada prinsip lainnya.
Kenyataan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, tidak perlu diragukan lagi kebenarannya. Tetapi fakta bahwa banyak masyarakat yang justru merasa tertindas oleh pemerintahannya sendiri. Masalah ketidakadilan pemerintah menjadi persoalan yang memicu disintegrasi bangsa karenanya sistem politik Indonesia diharapkan merupakan penjabaran nilai-nilai luhur pancasila dalam keseluruhan penyelenggaraan tugas-tugas pemerintah, pembangunan dan kemasyarakatan, dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur.
2.)Mendiskripsikan
Infra Struktur Politik Indonesia
Infra struktur politik sering disebut sebagai bangunan bawah, atau mesin politik informal atau mesin politik masyarakat yang terdiri dari berbagai kelompok yang dibentuk atas dasar kesamaan social, ekonomi, kesamaan tujuan, serta kesamaan lainnya.
Pengelompokan infra struktur yang paling nyata dalam kehidupan Negara, yakni :
1. Partai Politik
Merupakan suatu kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya memiliki nilai orientasi, dan cita-cita yang sama. Dengan tujuan mendapatkan kekuasaan politik dengan cara konstitusi, melalui pemilihan umum ( PEMILU )
Pengelompokan infra struktur yang paling nyata dalam kehidupan Negara, yakni :
1. Partai Politik
Merupakan suatu kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya memiliki nilai orientasi, dan cita-cita yang sama. Dengan tujuan mendapatkan kekuasaan politik dengan cara konstitusi, melalui pemilihan umum ( PEMILU )
2. Organisasi Kemasyarakaan ( ORMAS )
Dibentuk dengan tujuan-tujuan dalam bidang social dan budaya. Organisasi ini tidak melibatkan diri untuk ikut serta dalam dalam peserta untuk memperoleh kekuasaan dalam PEMILU.
Dibentuk dengan tujuan-tujuan dalam bidang social dan budaya. Organisasi ini tidak melibatkan diri untuk ikut serta dalam dalam peserta untuk memperoleh kekuasaan dalam PEMILU.
3. Kelompok Kepentingan ( Interest Group )
Merupakan kelompok yang berusaha mempengaruhi kebijakan pemerintah tanpa berkehendak memperoleh jabatan public, kelompok ini tidak berusaha menguasai pengelolaan pemerintahan secara langsung.
4. Kelompok Penekan ( Persure Group )
Kelompok yang dapat mempegaruhi atau bahkan membentuk kebijaksanaan pemerintah melalui cara-cara persuasi, propaganda, atau cara lain yang lebih efektif.
Mereka antara lain : industriawan dan asosiasi-asosiasi lainnya.
Kelompok yang dapat mempegaruhi atau bahkan membentuk kebijaksanaan pemerintah melalui cara-cara persuasi, propaganda, atau cara lain yang lebih efektif.
Mereka antara lain : industriawan dan asosiasi-asosiasi lainnya.
5. Tokoh Masyarakat ( Opinion Leaders )
Kelompok yang terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat baik dari tokoh agama, tokoh adat, dan budaya.
Kelompok yang terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat baik dari tokoh agama, tokoh adat, dan budaya.
6. Media Massa ( Pers )
Media massa dalam arti sempit, yang meliputi surat kabar, Koran, majalah, tabloit, dan bulletin-buletin pada kantor. Maupun media massa dalam arti luas yang meliputi: media cetak, audio, audio visual, dan media elektronik.
Media massa dalam arti sempit, yang meliputi surat kabar, Koran, majalah, tabloit, dan bulletin-buletin pada kantor. Maupun media massa dalam arti luas yang meliputi: media cetak, audio, audio visual, dan media elektronik.
Kelompok infra struktur politik tersebut, secar nyata merekalah yang menggerakkan sistem, memberikan input, terlibat dalam proses politik, memberikan pendidikan politik, melekukan sosialisasi politik, menyeleksi kepemimpinan, menyelesaikan sengketa politik, yang terjadi diantara berbagai pihak baik di dalam maupun di luar. Serta mempunyai daya ikat baik secara ke dalam maupun keluar.
3.)
Mendiskripsikan
Supra struktur Politik Indonesia
Suprastruktur politik merupakan suatu lembaga formal yang menjadi suatu keharusan untuk kelengkapan sistem bernegara. suprastruktur dibagi menjadi 3 kelompok seiring adanya perubahan sosial dan politik pada masa revolusi perancis 1789-1799 kala itu, sehingga pada dasarnya negara tidak boleh dikuasai oleh satu tangan saja. hal itulah yang mengidikasikan lembaga yang lahir ,tumbuh berkembang pada masyarakat.
Prof. Sri Sumantri, sistem politik adalah kelembagaan dari hubungan antara supra struktur dan infra struktur politik, supra struktur sering disebut juga bangunan.
Montesquieu, membagi lembaga dalam 3 kelompok :
1. Eksekutif
Eksekutif yakni Badan yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan undang undang yang dibuat oleh Legeslatif dan aturan-aturan turunannya, termasuk memperjelas/menjabarkan agar undang undang tsb bisa dilaksanakan dan dimengerti oleh masyarakat.
Kekuasaan eksekutif berada di tangan presiden, presiden adalah pemegang kekuasaan pemerintahan negara. Presiden di bantu oleh wakil presiden dan mentri-mentri, untuk melaksanakan tugas sehari-hari.
Wewenang, kewajiban, dan hak presiden antara lain :
a. Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD
b. Menetapkan peraturan pemerintah
c. Mengangkat memberhentikan menteri-menteri; dll
2. Legislatif
Legeslatif yakni Badan yang bertanggung jawab dalam pembuatan undang undang (Pembuat Undang-Undang)
Indonesia menganut sistem bikameral. Di tandai dengan adanya lembaga perwakilan, yaitu DPR dan DPD. Dengan merujuk asas trias politika.
Kekuasaan legislatif terletak pada MPR dan DPD.
1. MPR
Kewenangan :
a. Mengubah menetapkan UUD
b. Melantik presiden dan wakil presiden dll
2. DPR
Tugas :
a. Membentuk UU
b. Membahas RAPBN bersama presiden, dll.
Fungsi :
a. Fungsi legislasi
b. Fungsi anggaran
c. Fungsi pengawasan
Hak-hak DPR
a. Hak interpelasi
b. Hak angket
c. Hak menyampaikan pendapat
d. Hak mengajukan pertanyaan
e. Hak Imunitas
f. Hak mengajukan usul RUU
3. DPD
Fungsi :
a. Mengawas atas pelaksanaan UU tertentu
b. Pengajuan usul
3. Yudikatif
Yudikatif, Badan yang mengawasi pelaksanaan undang-undang termasuk memberikan hukuman kepada warga masyarakat yang telah terbukti melanggar peraturan perundang-undangan.
Pasal 24 UUD 1945 menyebutkan tentang kekuasaan kehakiman dan memiliki tugas masing-masing. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh :
1. Mahkamah Agung (MA)
2. Mahkamah Konstitusi (MK)
3. Komisi Yudisial (KY)
4. Insfektif : BPK
6.2 MENDESKRIPSIKAN PERBEDAAN SISTEM POLITIK DI
BERBAGAI NEGARA
1.) Menguraikan Dinamika Politik Indonesia
Setelah bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya
pada 17 Agustus 1945, gagasan demokrasi dalam kehidupan politik mendapat tempat
yang sangat menonjol. Para pemimpin bangsa Indonesia saat itu bersepakat untuk
memilih demokrasi dalam kehidupan bernegara yang kemudian di tungkan kedalam
UUD 1945. Pada awal perjalanannya, melalui pasal IV aturan pealihan UUD 1945,
presiden di beri kekuasaan sementara untuk melakukan kekuasaan MPR,DPR,dan DPA
sebelum lembaga-lembaga konstitusional dibentuk sebagaimana mestinya.
Sebelum sempat terjadi perdebatan mengenai system pemerintahan yang di pelopori oleh kaum muda dengan munculnya gerakan ‘parlementerisme’. Kaum muda menghendaki agar system pemerintahan yang dibentuk adalah sistem parlementer, bukan presidensial. Beberapa alasan yang di kemukakan antara lain sebagai berikut:
• Adanya ketidaksetujuan terhadap peletakan kekuasaan di tangan Soekarno yang pemerintahannya di dominasi oleh orang – orang yang pada Zaman pendudukan Jepang menduduki jabatan penting,
• Adanya pandangan bahwa system presidensial memungkinkan dibuatnya produk darurat legislasi yang berarti Negara terlalu kuat dan tidak mencerminkan demokrasi
• Pemerintahan yang ada hanya untuk memberi kesan kepada dunia Internasional bahwa Negara ini adalah Negara demokrasi yang bukan boneka Jepang
• Adanya keinginan untuk menghalau kegiatan politik Subardjo untuk menjadikan partai persatuan Nasional sebagai partai tunggal
Secara umum dinamika perjalanan politik Indonesia dapat di bagi kedalam 5 priode.
1. Periode Demokrasi Liberal (1945-1959)
Dinamika politik pada priode demokrasi liberal, dapat dilihat berdasarkan aktifitas politik kenegaraan berikut:
a.) Awal kemerdekaan proklamasi 17 Agustus 1945,Presiden yang untuk sementara memegang jabatan rangkap segera membentuk dan melantik Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)tanggal 29 Agustus 1945 dengan ketua Kasman Singodimedjo untuk membantu tugas –tugas presiden.
b.) Untuk menghindari kekuasaan Presiden yang terpusat ,timbul usaha –usaha untuk membangun corak pemerintahan yang lebih demokratis, yaitu ‘parlementer’.Usaha tersebut mengkristal ketika pada 7 Oktober 1945 lahir memorandum yang ditandatangani oleh 50 orang (dari 150 orang) anggota KNIP yang berisi dua hal:
1) Mendesak presiden agar menggunakan kekuasaan istimewanya untuk segera membentuk MPR
2) Sebelum MPR terbentuk , hendaknya anggota – anggota KNIP dianggap sebagai (diberi kewenangan untuk melakukan fungsi dan tugas) MPR
c.) Pada 16 Oktober 1945, KNIP menindaklanjuti usulannya kepada pemerintah yang kemudian disetujui dengan keluarnya Maklumat Wakil Presiden No. X tahun 1945 yang diktumnya berbunyi sebagai berikut:
“Bahwa Komite Nasional Pusat, sebelum terbentuk MPR dan DPR di serahi kekuasan legislative dan ikut menetapkan GBHN, serta menyetujui bahwa pekerjaan Komite Nasional Pusat sehari-hari berhubung dengan gentingnya keadaan yang di jalankan oleh sebuah Badan Pekerja yang di pilih di antara mereka dan yang bertanggung jawab kepada Komite Nasional Pusat.
d.) Untuk mendorong kearah cabinet parlementer, atas usul BP-KNIP pada 3 november 1945 dikeluarkan Maklumat Pemerintah yang pokok isinya adalah “agar aliran-aliran dalam masyarakat segera membentuk partai politiknya sebelum di langsungkan Pemilu yang akan diselenggarakan pada bulan Juni 1945”. Maklumat inilah yang menjadi dasar banyak partai atau multipartai.
e.) Sebagai tindak lanjut Maklumat Wakil Presiden No.X tahun 1945, kemudian keluarlah Maklumat Pemerintah 14 November 1945 tentang Susunan Kabinet berdasarkan sisitem parlementer. Sejak saat itu,tanpa mengubah UUD 1945 sistem pemerintahan bergeser dari cabinet presidensial ke cabinet parlementer (liberal-dmokratis)
f.) Pergeseran politik Indonesia kembali mengalami dinamika sejak di berlakukan Konstitusi RIS 1949 yang menerapkan “perlementerisme” dengan “ federalisme”. Sistem federalism dalam mekanisme hubungan antara pusat dan daerah (Negara bagian) meletakkan pemerintah pemerintah pusat dan pemerintah Negara-Negara bagian dalam susunan yang sederajat. Sehingga untuk parlemen, terdiri dari 2 badan (bikameral) yaitu: senat (mewakili negra bagian) dan dewan perwakilan rakyat.
g.) Pada 17 Agustus 1950, RIS resmi bubar dan negra Indonesia kembali kebentuk Negara kesatuan. Namun system politik demokrasi liberal yang diterpakan menunjukkan pola hubungan antara pemerintah dengan parlemen sebagai bureu-nomia, yaitu pemerintahn partai – partai. Karena sejak berlakunya UUDS 1950 (kurun waktu), partai-partai melalui parlemen seringkali menjatuhkan mosi tidak percaya kepada cabinet sehingga cabinet yang ada hanya berumur rata-rata 1,5 tahun. Walaupun tahun 1955 pernah dilaksanakan Pemilu pertama, namun di segala bidang kehidupan terjadi instabilitas.
2. Periode Demokrasi Terpimpin ( 1959 – 1966 )
Demokrasi Terpimpin adalah paham demokrasi berdasarkan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berintikan musyawarah untuk mufakat secaa gotong-royong antara semua kekuatan nasional yang Progresif Revolusioner berporoskan Nasakom (Nasionalisme, Agama dan Komunisme).
Dinamika politik pada periode demokrasi terpimpin dapat dilihat berdasarkan aktivitas politik kenegaraan sebagai berikut.
a.) Keluarnya dekrit presiden 5 juli 1959 telah mengakhiri system politik liberal yang kemudian diganti dengan system”demokrasi terpimpin” dan berlakunya kembali UUD 1945.
b.) Dekrit presiden 5 juli 1959, selai didukung oleh angkata darat dan mahkamah agung, juga di dukung oleh rakyat karena kegagalan konstituante dalam melaksanakan tugasnya yaitu membuat UUD yang baru.
c.) Situasi politik pada era reformasi demokrasi terpimpin diwarnai oleh tarik menarik tiga kekuatan politik utama yang saling memanfaatkan, yaitu Soekarno, Angkatan Darat dan PKI.Soekarno memerlukan PKI untuk menghadapi Angkatan Darat yang berubah menjadi kekuatan politik yang menyaingi kekuasaan Soekarno, PKI memerlukan Soekarno untuk mendapatkan perlindungan dari presiden dalam melawan Angkatan Drata, sedangkan Angkatan Darat membutuhkan Soekarno untuk mendapatkan legitimasi bagi keterlibatannya di dalam politik.
d.) Demokrasi Terpimpin seperti yang tercantum di dalam Tap MPRS No. VIII/MPRS/1965, mengandung ketentuan tentang mekanisme pengambilan keputusan berdasarkan ‘musyawarah mufakat’. Jika mufakat bulat tidak dapat tercapai, maka keputusan tentang masalah yang dimusyawarahkan itu diserahkan kepada presiden untuk diambil keputusan.
e.) Pilar-pilar demokrasi dan kehidupan kepartaian serta legislative menjadi sangat lemah, sebaliknya presiden sebagai kepala eksekutif menjadi sangat kuat. Sebagai contoh, DPR yang dibentuk melalui Pmilu 1955 dibubarkan oleh presiden pada tahun 1960. Sebagai pengganti, DPR-GR yang dibentuk lebih banyak sekedar membrikan legitimasi atas keinginan-keinginan Presiden.
3. Periode Orde Baru (1996-1998)
Tragedi nasional pembunuhan enam orang jenderal Angkatan Darat pada 1 Oktober 1965 telah memunculkan krisis politik sehingga terjadi kemerosotan kekuasaan soekarno secara tajam. Tarik menarik kekuasaan antara Soekarno, PKI, dan angkatan Darat, akhirnya dimenagkan oleh Angkatan Darat.
Soeharto mendapat mandate dari soekarno untuk memulihkan keamanan melalui Surat Perintah 11 Maret 1966 yang dikenal dengan Supersemar yang isinya “pelimpahan kekuasaan kepada Soeharto untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan unutk menjamin keamanan dan stabilitas pemerintahan serta keselamatan pribadi presiden” SP 11 Maret member jalan bagi tampilnya militer (terutama Angkatan Darat) sebagai pemeran utama dalam politik Indonesi. Soeharto dan jajaran TNI AD mengambil langkah-langkah penting dengan membubarkan PKI dan ormasnya, memburu para aktivis PKI, dan menciptakan stabilitas keamana. Kendali kekuasaan praktis berada di tangan Soeharto dan jajaran pemimpin TNI AD sejak 12 Maret 1966 bersamaan dengan pembubaran PKI (diperkuat dengan keluarnya Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966). Selanjutnya pemerintahan Soeharto yang tampil menggantikan Soekarno sejak 12 Maret 1967 menamakan diri pemerintahan orde baru.
Istilah Orde Baru, yang memisahkan diri dari Orde Lama, muncul sewaktu diselenggarakab seminar II TNI/AD di SESKOAD Bandung pada tanggal 25-31 April 1966. Orde Baru adalah suatu tatanan seluruh perkehidupan rakyat, bangsa dan Negara yang diletakkan kembali kepada kemurnian Pancasila UUD 1945. Orde Baru berlandaskan pada pancasila (landasan ideal), UUD 1945(landasan konstitusional), dan TAP MPRS/MPR (landasan Operasional).
Dinamika Politik pada periode Orde Baru, dapat dilihat berdasarkan aktivitas politik kenegaraan sebagai berikut:
a.) Terjadinya krisis politik yang luar biasa, yaitu banyaknya demonstrasi mahasiswa, pelajar dan ormas-ormas onderbow parpol yang hidup dalam tekanan selama era demokrasi terpimpin, sehingga melahirkan Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura) yaitu:
1) Bubarkan PKI,
2) Bersihkan Kabinet Dwi Kora dari PKI,
3) Turunkan harga/perbaikan ekonomi.
b.)Pemerintahan Orde Baru lebih memprioritaskan pembanguan ekonomi, dan pada sisi lain rezim ini berupaya menciptakan stabilitas politik dan keamanan. Pengalaman masa lalu dengan demokrasi liberal dan demokrasi terpimpin telah berakibat berlarut-larutnya instabilitas politik sehingga Negara tidak memikirkan pembangunan ekonomi secara serius. Namun demikian, upaya untuk membangun stabilitas tersebut dilakukan dengan mengekang hak-hak politik rakyat atau demokrasi.
c.) Pada awal pemerintahan Orde Baru, Parpol dan Media massa diberi kebebasan unutk melancarkan kritik dan pengungkapan realita di dalam masyarakat. Namun sejak dibentuknya format politik baru yang dituangkan dalam UU No.15 dan 16 Tahun 1969 (tentang pemilu dan Susduk MPR/DPR/DPRD) menggiring masyarakat Indonesia kea rah otoritarian. Dalam UU tersebut dinyatakan bahwa pengisian 1/3 kursi anggota MPR dan 1/5 anggota DPR dilakukan melalui pengangkatan secara langsung tanpa melalui Pemilu.
d.) Kemenangan Golkar pada Pemilu 1971 mengurangi oposisi terhadap pemerintah di kalangan sipil, kareba Golkar sangat dominan, sementara partai-parti lain berada di bawah pengawasan/ control pemerintah. Kemenangan ini juga mengantarkan Golkar menjadi partai hegemonik yang kemudian bersama ABRI dan birokrasi menjadikan dirinya sebagai tumpuan utama rezim Orde Baru unutk mendominasi semua proses politik.
e.) Pada 1973 pemerintah melaksanakan penggabungan Sembilan Parpol peserta Pemilu 1971 ke dalam 2 Parpol, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang menggabungkan partai-partai Islam dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan gabungan partai-partai nasional dan Kristen. Penggabungan (fusi) ini mengakibatkan merosotnya perolehan 2 Parpol pada Pemilu 1977, sementara Golkar mendominasi perolehan suara. Dominasi Golkar ini terus berlanjut hingga kemenangan terbesarnya diperoleh pada tahun 1997.
f.) Selama Orde Baru berkuasa, pilar-pilar demokrasi seperti Parpol dan Lembaga Perwakilan Rakyat berada dalam kondisi lemah dan selalu dibayangi oleh control dan penetrasi birokrasi yang sangat kuat. Anggota DPR selalu dibayang-bayangi oleh mekanisme recall (penggantian anggota DPR karena dianggap telalu kritis atau karena pelanggaran lain), sementara Parpol tidak mempunyai otonomi internal.
g.) Eksekutif sangat kuat sehingga partisipasi politik dari kekuatan-kekuatan di luar birokrasi sangat lemah. Kehidupan pers selalu dibayang-bayangi oleh pencabutan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Sementara rakyat tidak diperkenankan menyelenggarakan aktivitas social dan politik tanpa izin dari Negara. Praktis tidak muncul kekuatan civil society yang mampu melakukan control dan menjadi kekuatan penyeimbang bagi kekuasaan pemerintah Soeharto yang sangat dominan.
Sebelum sempat terjadi perdebatan mengenai system pemerintahan yang di pelopori oleh kaum muda dengan munculnya gerakan ‘parlementerisme’. Kaum muda menghendaki agar system pemerintahan yang dibentuk adalah sistem parlementer, bukan presidensial. Beberapa alasan yang di kemukakan antara lain sebagai berikut:
• Adanya ketidaksetujuan terhadap peletakan kekuasaan di tangan Soekarno yang pemerintahannya di dominasi oleh orang – orang yang pada Zaman pendudukan Jepang menduduki jabatan penting,
• Adanya pandangan bahwa system presidensial memungkinkan dibuatnya produk darurat legislasi yang berarti Negara terlalu kuat dan tidak mencerminkan demokrasi
• Pemerintahan yang ada hanya untuk memberi kesan kepada dunia Internasional bahwa Negara ini adalah Negara demokrasi yang bukan boneka Jepang
• Adanya keinginan untuk menghalau kegiatan politik Subardjo untuk menjadikan partai persatuan Nasional sebagai partai tunggal
Secara umum dinamika perjalanan politik Indonesia dapat di bagi kedalam 5 priode.
1. Periode Demokrasi Liberal (1945-1959)
Dinamika politik pada priode demokrasi liberal, dapat dilihat berdasarkan aktifitas politik kenegaraan berikut:
a.) Awal kemerdekaan proklamasi 17 Agustus 1945,Presiden yang untuk sementara memegang jabatan rangkap segera membentuk dan melantik Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)tanggal 29 Agustus 1945 dengan ketua Kasman Singodimedjo untuk membantu tugas –tugas presiden.
b.) Untuk menghindari kekuasaan Presiden yang terpusat ,timbul usaha –usaha untuk membangun corak pemerintahan yang lebih demokratis, yaitu ‘parlementer’.Usaha tersebut mengkristal ketika pada 7 Oktober 1945 lahir memorandum yang ditandatangani oleh 50 orang (dari 150 orang) anggota KNIP yang berisi dua hal:
1) Mendesak presiden agar menggunakan kekuasaan istimewanya untuk segera membentuk MPR
2) Sebelum MPR terbentuk , hendaknya anggota – anggota KNIP dianggap sebagai (diberi kewenangan untuk melakukan fungsi dan tugas) MPR
c.) Pada 16 Oktober 1945, KNIP menindaklanjuti usulannya kepada pemerintah yang kemudian disetujui dengan keluarnya Maklumat Wakil Presiden No. X tahun 1945 yang diktumnya berbunyi sebagai berikut:
“Bahwa Komite Nasional Pusat, sebelum terbentuk MPR dan DPR di serahi kekuasan legislative dan ikut menetapkan GBHN, serta menyetujui bahwa pekerjaan Komite Nasional Pusat sehari-hari berhubung dengan gentingnya keadaan yang di jalankan oleh sebuah Badan Pekerja yang di pilih di antara mereka dan yang bertanggung jawab kepada Komite Nasional Pusat.
d.) Untuk mendorong kearah cabinet parlementer, atas usul BP-KNIP pada 3 november 1945 dikeluarkan Maklumat Pemerintah yang pokok isinya adalah “agar aliran-aliran dalam masyarakat segera membentuk partai politiknya sebelum di langsungkan Pemilu yang akan diselenggarakan pada bulan Juni 1945”. Maklumat inilah yang menjadi dasar banyak partai atau multipartai.
e.) Sebagai tindak lanjut Maklumat Wakil Presiden No.X tahun 1945, kemudian keluarlah Maklumat Pemerintah 14 November 1945 tentang Susunan Kabinet berdasarkan sisitem parlementer. Sejak saat itu,tanpa mengubah UUD 1945 sistem pemerintahan bergeser dari cabinet presidensial ke cabinet parlementer (liberal-dmokratis)
f.) Pergeseran politik Indonesia kembali mengalami dinamika sejak di berlakukan Konstitusi RIS 1949 yang menerapkan “perlementerisme” dengan “ federalisme”. Sistem federalism dalam mekanisme hubungan antara pusat dan daerah (Negara bagian) meletakkan pemerintah pemerintah pusat dan pemerintah Negara-Negara bagian dalam susunan yang sederajat. Sehingga untuk parlemen, terdiri dari 2 badan (bikameral) yaitu: senat (mewakili negra bagian) dan dewan perwakilan rakyat.
g.) Pada 17 Agustus 1950, RIS resmi bubar dan negra Indonesia kembali kebentuk Negara kesatuan. Namun system politik demokrasi liberal yang diterpakan menunjukkan pola hubungan antara pemerintah dengan parlemen sebagai bureu-nomia, yaitu pemerintahn partai – partai. Karena sejak berlakunya UUDS 1950 (kurun waktu), partai-partai melalui parlemen seringkali menjatuhkan mosi tidak percaya kepada cabinet sehingga cabinet yang ada hanya berumur rata-rata 1,5 tahun. Walaupun tahun 1955 pernah dilaksanakan Pemilu pertama, namun di segala bidang kehidupan terjadi instabilitas.
2. Periode Demokrasi Terpimpin ( 1959 – 1966 )
Demokrasi Terpimpin adalah paham demokrasi berdasarkan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berintikan musyawarah untuk mufakat secaa gotong-royong antara semua kekuatan nasional yang Progresif Revolusioner berporoskan Nasakom (Nasionalisme, Agama dan Komunisme).
Dinamika politik pada periode demokrasi terpimpin dapat dilihat berdasarkan aktivitas politik kenegaraan sebagai berikut.
a.) Keluarnya dekrit presiden 5 juli 1959 telah mengakhiri system politik liberal yang kemudian diganti dengan system”demokrasi terpimpin” dan berlakunya kembali UUD 1945.
b.) Dekrit presiden 5 juli 1959, selai didukung oleh angkata darat dan mahkamah agung, juga di dukung oleh rakyat karena kegagalan konstituante dalam melaksanakan tugasnya yaitu membuat UUD yang baru.
c.) Situasi politik pada era reformasi demokrasi terpimpin diwarnai oleh tarik menarik tiga kekuatan politik utama yang saling memanfaatkan, yaitu Soekarno, Angkatan Darat dan PKI.Soekarno memerlukan PKI untuk menghadapi Angkatan Darat yang berubah menjadi kekuatan politik yang menyaingi kekuasaan Soekarno, PKI memerlukan Soekarno untuk mendapatkan perlindungan dari presiden dalam melawan Angkatan Drata, sedangkan Angkatan Darat membutuhkan Soekarno untuk mendapatkan legitimasi bagi keterlibatannya di dalam politik.
d.) Demokrasi Terpimpin seperti yang tercantum di dalam Tap MPRS No. VIII/MPRS/1965, mengandung ketentuan tentang mekanisme pengambilan keputusan berdasarkan ‘musyawarah mufakat’. Jika mufakat bulat tidak dapat tercapai, maka keputusan tentang masalah yang dimusyawarahkan itu diserahkan kepada presiden untuk diambil keputusan.
e.) Pilar-pilar demokrasi dan kehidupan kepartaian serta legislative menjadi sangat lemah, sebaliknya presiden sebagai kepala eksekutif menjadi sangat kuat. Sebagai contoh, DPR yang dibentuk melalui Pmilu 1955 dibubarkan oleh presiden pada tahun 1960. Sebagai pengganti, DPR-GR yang dibentuk lebih banyak sekedar membrikan legitimasi atas keinginan-keinginan Presiden.
3. Periode Orde Baru (1996-1998)
Tragedi nasional pembunuhan enam orang jenderal Angkatan Darat pada 1 Oktober 1965 telah memunculkan krisis politik sehingga terjadi kemerosotan kekuasaan soekarno secara tajam. Tarik menarik kekuasaan antara Soekarno, PKI, dan angkatan Darat, akhirnya dimenagkan oleh Angkatan Darat.
Soeharto mendapat mandate dari soekarno untuk memulihkan keamanan melalui Surat Perintah 11 Maret 1966 yang dikenal dengan Supersemar yang isinya “pelimpahan kekuasaan kepada Soeharto untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan unutk menjamin keamanan dan stabilitas pemerintahan serta keselamatan pribadi presiden” SP 11 Maret member jalan bagi tampilnya militer (terutama Angkatan Darat) sebagai pemeran utama dalam politik Indonesi. Soeharto dan jajaran TNI AD mengambil langkah-langkah penting dengan membubarkan PKI dan ormasnya, memburu para aktivis PKI, dan menciptakan stabilitas keamana. Kendali kekuasaan praktis berada di tangan Soeharto dan jajaran pemimpin TNI AD sejak 12 Maret 1966 bersamaan dengan pembubaran PKI (diperkuat dengan keluarnya Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966). Selanjutnya pemerintahan Soeharto yang tampil menggantikan Soekarno sejak 12 Maret 1967 menamakan diri pemerintahan orde baru.
Istilah Orde Baru, yang memisahkan diri dari Orde Lama, muncul sewaktu diselenggarakab seminar II TNI/AD di SESKOAD Bandung pada tanggal 25-31 April 1966. Orde Baru adalah suatu tatanan seluruh perkehidupan rakyat, bangsa dan Negara yang diletakkan kembali kepada kemurnian Pancasila UUD 1945. Orde Baru berlandaskan pada pancasila (landasan ideal), UUD 1945(landasan konstitusional), dan TAP MPRS/MPR (landasan Operasional).
Dinamika Politik pada periode Orde Baru, dapat dilihat berdasarkan aktivitas politik kenegaraan sebagai berikut:
a.) Terjadinya krisis politik yang luar biasa, yaitu banyaknya demonstrasi mahasiswa, pelajar dan ormas-ormas onderbow parpol yang hidup dalam tekanan selama era demokrasi terpimpin, sehingga melahirkan Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura) yaitu:
1) Bubarkan PKI,
2) Bersihkan Kabinet Dwi Kora dari PKI,
3) Turunkan harga/perbaikan ekonomi.
b.)Pemerintahan Orde Baru lebih memprioritaskan pembanguan ekonomi, dan pada sisi lain rezim ini berupaya menciptakan stabilitas politik dan keamanan. Pengalaman masa lalu dengan demokrasi liberal dan demokrasi terpimpin telah berakibat berlarut-larutnya instabilitas politik sehingga Negara tidak memikirkan pembangunan ekonomi secara serius. Namun demikian, upaya untuk membangun stabilitas tersebut dilakukan dengan mengekang hak-hak politik rakyat atau demokrasi.
c.) Pada awal pemerintahan Orde Baru, Parpol dan Media massa diberi kebebasan unutk melancarkan kritik dan pengungkapan realita di dalam masyarakat. Namun sejak dibentuknya format politik baru yang dituangkan dalam UU No.15 dan 16 Tahun 1969 (tentang pemilu dan Susduk MPR/DPR/DPRD) menggiring masyarakat Indonesia kea rah otoritarian. Dalam UU tersebut dinyatakan bahwa pengisian 1/3 kursi anggota MPR dan 1/5 anggota DPR dilakukan melalui pengangkatan secara langsung tanpa melalui Pemilu.
d.) Kemenangan Golkar pada Pemilu 1971 mengurangi oposisi terhadap pemerintah di kalangan sipil, kareba Golkar sangat dominan, sementara partai-parti lain berada di bawah pengawasan/ control pemerintah. Kemenangan ini juga mengantarkan Golkar menjadi partai hegemonik yang kemudian bersama ABRI dan birokrasi menjadikan dirinya sebagai tumpuan utama rezim Orde Baru unutk mendominasi semua proses politik.
e.) Pada 1973 pemerintah melaksanakan penggabungan Sembilan Parpol peserta Pemilu 1971 ke dalam 2 Parpol, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang menggabungkan partai-partai Islam dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan gabungan partai-partai nasional dan Kristen. Penggabungan (fusi) ini mengakibatkan merosotnya perolehan 2 Parpol pada Pemilu 1977, sementara Golkar mendominasi perolehan suara. Dominasi Golkar ini terus berlanjut hingga kemenangan terbesarnya diperoleh pada tahun 1997.
f.) Selama Orde Baru berkuasa, pilar-pilar demokrasi seperti Parpol dan Lembaga Perwakilan Rakyat berada dalam kondisi lemah dan selalu dibayangi oleh control dan penetrasi birokrasi yang sangat kuat. Anggota DPR selalu dibayang-bayangi oleh mekanisme recall (penggantian anggota DPR karena dianggap telalu kritis atau karena pelanggaran lain), sementara Parpol tidak mempunyai otonomi internal.
g.) Eksekutif sangat kuat sehingga partisipasi politik dari kekuatan-kekuatan di luar birokrasi sangat lemah. Kehidupan pers selalu dibayang-bayangi oleh pencabutan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Sementara rakyat tidak diperkenankan menyelenggarakan aktivitas social dan politik tanpa izin dari Negara. Praktis tidak muncul kekuatan civil society yang mampu melakukan control dan menjadi kekuatan penyeimbang bagi kekuasaan pemerintah Soeharto yang sangat dominan.
Perbedaan Penerapan Otoritarianisme
Ø Tidak ada system kepartaian selama masa Demokrasi Terpimpin
Ø Tumpuan kekuatan ada pada Presiden Soekaro
Ø Jalan Politik sebagai kebijakan cenderung inkonstitusional
Ø Obsesinya adalah pemusatan kekuasaan untuk mencegah disentegrasi
Ø Melahirkan system kepartaian yang hegemonic
Ø Tumpuan kekuatan selain pada Presiden Soeharto, juga pada ABRI, Golkar dan Birokrasi
Ø Lebih memilih jalan politik justifikasi dengan membentuk berbagai perangkat hokum untuk membenarkan kebijakan otoriter
Ø Memiliki obsesi membangun stabilitas nasional sebagai prasyarat kelancaran pembangunan ekonomi.
Terdapat perbedaan mendasar antara kebijakan pemerintah Soekarno dengan pemerintah Soeharto. Pada awalnya Soekarno cenderung mendorong kebebasan politik, tetapi setelah terjadi kebuntuan politik dan justru mengambil alih kendali melalui kebijakan Demokrasi Terpimpin. Dengan demikian segala kebijakan terpusat di tangan Soekarno hingga turunnya dia dari kekuasaan pada 1966.
Kepemimpinan soeharto juga sangat terpusat, tetapi da membangun kekuasaannya dengan tiga pilar utama, yaitu ABRI, Golkar dan Birokrasi. Berbeda dengan soekarno, Soeharto justru membatasi hak-hak politik masyarakat dengan alas an stabilitas keamanan. Pembangunan ekonomi dikedepankan, namun ruang kebebasan dipersempit. Akibatnya, pemerintahan soeharto berjalan nyaris tanpa control masyarakat sehingga kemajuan ekonomi digerogoti oleh maraknya Korupsi, Kolusi dan epotisme.
4. Periode Reformasi (1998-sekarang)
Era Reformasi disebut juga sebagai Era Kebangkitan Demikrasi. Presiden B.j. Habibie dalam pidato kenegaraan di hadapan DPR/MPR (tanggal 15 Agustus 1998) antara lain menyebutkan:
1.) Esensi Reformasi Nasional adalah koreksi terencana, melembaga dan berkesiambungan tehadap seluruh penyimpangan yang telah tejadi dalam bidang ekonomi, politik dan hokum.
2.) Sasarannya adalah agar bangsa Indonesia bangkit kembali dengan suasana yang lebih terbuka, lebih teratur dan lebih demokratis
Sebagian keberhasilan pemerintahan Orde Baru dalam melaksanakan pembangunan ekonomi harus diakui sebagai prestasi besar bagi rakyat dan bangsa Indonesia. Indikasi keberhasilan tersebut antara lain tingkatpendapatan per kapita pada tahun 1977 mencapai angka mendekati US$ 1200 dengan pertumbuhan sebesar 7%. Ditambah pula meningkatnya sarana dan prasarana fisik infrastuktur yang dapat dinikmati oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.
Namun keberhasilan ekonomi yang dicapai pada masa Orde Baru, tidak diimbangi oleh pembangunan mental dan bidang-bidang lain. Akibat langsung yang dapat dirasakan oleh masyarakat menjelang runtuhnya Orde Baru adalah praktik Korupsi, kolusi dan Nepotisme (KKN) yang semakin marak dalam berbagai bidang kehidupan. Hal ini selain mengakibatkan terjadinya krisis kepercayaan, juga telah menghancurkan nilai-nilai kejujuran dan keadilan, etika politik, moral hokum, dasar-dasar demokrasi dan sebdi-sendi agama.
Khusus di bidang politik, krisis kepercayaan tersebut direspon oleh masyarakat melalui kelompok penekan (pressure group) dengan mengadakan berbagai macam unjuk rasa/demostrasi yang dipelopori oleh pelajar, mahasiswa, dosen, praktisi, LSM dan politisi. Gelombang demonstrasi yang menyuarakan ‘reformasi’ begitu deras mengalir dengan dukungan dari berbagai kalangan yang semakin kuat dan meluas. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden soeharto menyatakan mengundurkan diri. Wakil Presiden B.J Habibie yang menggantikan kepeimpinan nasional di Indonesia dilantik dihadapan Ketua MA dan Ketua serta Wakil Ketua DPR/MPR.
Dinamika politik pada periode era Reformasi, dapat dilihat berdasarkan aktivitas politik kenegaraan sebagai berikut:
a.) Kebijakan pemerintah yang member ruang gerak lebih luas terhadap hak-hak untuk mengeluarkan pendapat secara lisan maupun tulisan yang terwujud dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Misalnya dikeluarkannya UU No. 2/1999 tentang Partai Politik yang memungkinkan multipartai, UU No. 12/1999 tentang Pegawai Negeri yang menjadi anggota Parpol, dan sebagainya.
b.) Upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih dari KKN, berwibawa dan bertanggung jawab dibuktikan dengan dikeluarkannya Ketetapan MPR No.IX/MPR/1998. Ketetapan MPR ini ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya UU No. 30 Tahun 2002 tentang Pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan sebagainya.
c.) Lembaga legislative dan organisasi social politik sudah memiliki keberanian unutk menyatakan pendapatnya terhadap eksekutif yang cenderung lebih seimbang dan proporsional.
d.) Satu hal yang membanggakan kita dalam reformasi politik adalah adanya pembatasan jabatan Presiden, dan untuk pemilu 2004 Presiden dan Wakil Presiden tidak dipilih lagi oleh MPR melainkan dipilih langsung oleg rakyat. Demikian juga untuk anggota legislative, mereka telah diketahui secara terbuka oleh masyarakat luas. Selain itu dibentuk pula Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk mengakomodasi aspirasi daerah.
2.)Menunjukkan Kelebihan Dan Kekurangan Sistem Politik Yang dianut Indonesia
Ada
beberapa kelebihan dari sistem politik yang di anut Indonesia antara lain:
a.) Warga
negara bisa terlibat dalam hal-hal tertentu seperti pembuatan
keputusan-keputusan politik,baik secara langsung maupun melalui wakil-wakil
yang mereka pilih.
b.) Warga negara
memiliki kebebasan atau kemerdekaan menyangkut hak-hak kebebasan yang telah
mencakup dalam hak asasi manusia (seperti hak politik,ekonomi,kesetaraan di
depan hokum dan pemerintahan,ekspresi kebudayaan,dan hak pribadi).
c.) Masyarakat
yang telah memenuhi syarat tertentu memiliki hak untuk berpartisipasi dalam
pemilihan pemerintahan (pemilu).
d.) Penduduk memilih secara
rahasia tanpa ada unsur paksaan.
e.) Pengambilan
keputusan di lakukan dengan cara bermusyawarah untuk mencapai mufakat.
f.) Mengutamakan
persatuan nasional dan kekeluargaan.
Kelemahan-kelemahan
dari sistem politik yang di anut Indonesia antara lain:
a.) Terjadi
konflik diantara masyarakat,apabila mereka terlibat dalam hal politik yang sama
dan memiliki pandangan yang berbeda.
b.) Dengan
adanya kebebasan untuk mengemukakan pendapat,maka masyarakat sewenang-wenang
mengeluarkan isi hatinya,meskipun bersifat negative yang biasanya di tujukan
kepada pemerintah yang kurang di senangi.
c.) Belum mampu menjamin keadilan distributive,karena hakikat politik yang memberikan peluang arena bersaing.
d.) Proses
kemajuan ekonomi yang sudah di capai selama ini akan beratakan,karena pemerintah
kewalahan dalam melaksanakan kepemimpinannya karena adanya perbedaan
suku,bahasa,dll.yang menyebabkan prinsip mereka juga berbeda.
3.)
Mendeskripsikan
Perbedaan Sistem Politik Indonesia Dengan Negara Liberal Dan Komunis
Sistem Politik Demokrasi Pancasila
A. Pengertian Demokrasi
Terdapat berbagai macam istilah demokrasi yang sudah kita kenal, seperti demokrasi liberal, demokrasi konstitusionil, demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi pancasila, demokrasi rakyat, dan sebagainya. Semuanya mengandung istilah demokrasi, yang menurut katanya berasal dari bahasa Yunani yaitu, demosberarti rakyat dan kratos/kratein berarti kekuasaan/berkuasa.
B. Ciri-ciri Sistem Politik Demokrasi pancasila
Sistem politik demokrasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
+
Selalu ada pembagian
kekuasaan, dimana kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif berada
pada badan yang berbeda. Apabila ketiga kekuasaan itu berada pada suatu badan
atau orang, kemudian kekuasaan di dalam badan itu disentralisasikan tanpa
didistribusikan kembali maka pelaksanaan kekuasaan akan mengarah atau menjadi
sistem kediktatoran.
+
Selalu dipertahankan
perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia yang fundamental, yaitu:
- Hak hidup
- Hak mengejar
kebahagiaan
- Hak kemerdekaan, yang
meliputi:
(i) Kemerdekaan berbicara
(ii) Kemerdekaan berfikir
(iii) Kemerdekaan untuk
bebas dari kelaparan
(iv) Kemerdekaan dari rasa
takut
(v) Kemerdekaan untuk
beragama
+ Selalu terdapat
organisasi politik sebagai penyalur aspirasi rakyat dan biasanya lebih
dari satu organisasi politik. Apabila hanya ada satu oraganisasi politik di
dalam negara yang bersangkutan, rakyat tidak punya pilihan untuk menyampaikan
aspirasi. Karena hal itu, rakyat tidak mendapat kebebasan berfikir, berbicara,
dan berbuat.
Adanya
organisasi politik yang lebih dari satu, mendorong rakyat untuk menjadi lebih
kreatif, berprestasi, dan produktif dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Sehingga negara akan didorong lebih maju untuk kepentingan semua.
+ Terdapat pemilu yang
berasaskan Luber (Langsung, Bebas, Rahasia). Dengan asas ini diharapkan akan
terpilih calon-calon pemimpin yang terbaik dalam pendidikan, pengalaman,
disiplin, loyal, dan sebagainya. Selain itu, asas ini diharapkan juga dapat
mencegah tindakan penyelewengan yang dilakukan oleh partai pemerintah atau yang
sering disebut korupsi.
+ Adanya open/democratic
management terbuka (ikut serta rakyat dalam pemerintahan melalui
pemilu yang bebas), adanya social responsibility (pertanggungjawaban
pemerintah terhadap rakyat sesuai dengan prosedur yang telah diatur dalam
undang-undang), adanya social control(pengawasan dari masyarakat
terhadap jalannya pemerintahan baik melalui supra struktur atau infra
struktur), dan adanya social support (dukungan rakyat terhadap
pemerintahan yang bertanggung jawab terhadap terselenggaranya kesejahteraan
rakyat secara nasional).
+ Adanya rule
of law (pemerintahan berdasarkan hukum), dengan menjalankan asas supremacy
of law (hukum yang tertinggi), equality before the law (persamaan
di muka hukum), dan protection of human right (perlindungan
terhadap hak-hak asasi manusia).
Adanya pers yang
bebas untuk melindungi kepentingan-kepentingan rakyat, baik kepentingan
politik, sosial, ekonomi, budaya, maupun kepentingan yang bertalian dengan
hak-hak asasi manusia.
+ Adanya social
control (kontrol masyarakat) yang dilakukan oleh supra struktur maupun
infra struktur terhadap pemerintah/partai yang memerintah untuk selalu menaati
UUD dan UU sehingga pemerintah itu tetap korektif, kreatif, produktif, dan
inovatif serta memihak keadilan bagi seluruh rakyat.
Sistem
Politik Liberalisme
A. Pengertian Liberalisme
Kata Liberalisme berasal dari kata libre yang berarti bebas dari perbudakan, perkosaan, dan penganiyaan.
B. Ciri-ciri Sistem Politik Liberalisme
Sistem politik liberalisme memiliki beberapa ciri, yaitu:
- Sangat menekankan
kebebasan/kemerdekaan individu.
- Sangat menjunjung
tinggi hak-hak asasi manusia yang utama seperti hak hidup, hak kemerdekaan, hak
mengejar kebahagiaan, dan lain-lain.
- Dalam sistem pemerintahan,
terbagi atas beberapa kekuasaan, yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif, dan
yudikatif.
- Menganggap sistem
demokrasi sebagai sistem politik yang paling tepat untuk suatu negara karena
hak-hak asasi manusia itu terlindungi.
- Infra struktur/struktur
sosial selalu berusaha untuk mewujudkan tegaknya demokrasi dan tumbangnya
sistem kediktatoran.
- Adanya homo seksual
dan lesbianisme yang disebabkan penekanan kepada kebebasan individu.
- Melahirkan sekularisme,
yaitu paham yang memisahkan antara negara dengan agama. Menurut pemahaman
mereka, agama adalah urusan masyarakat sedangakan negara adalah urusan
pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah tidak boleh turut campur dalam hal
agama.
- Menentang
ajaran komunisme yang menganut sistem kediktatoran sehingga hak-hak asasi
manusia banyak dirampas dan diperkosa.
- Melahirkan
kelas ekonomi yang terdiri dari kelas ekonomi kuat dan lemah. Saat ini sedang
diusahakan dalam Sistem politik liberalisme modern untuk menghilangkan jurang
pemisah antara golongan kaya dan golongan miskin.
- Berusaha
dengan keras untuk mewujudkan kesejahteraan terhadap seluruh anggota masyarakat
atau seluruh warga negara. Mengingat penderitaan dan kesengsaraan dapat
menyebabkan perbuatan-perbuatan yang bertentang dengan konstitusi negara.
- Adanya budaya yang
tinggi dengan menjungjung tinggi kreatifitas, produktifitas, efektifitas, dan
inovasitas warga negaranya.
- Mengusahakan di dalam
negaranya suatu pemilihan umum yang berasas luber sehingga pergantian
pemerintahan berjalan secara normal.
- Menentang sistem
politik kediktatoran karena meniadakan Hak Asasi Manusia.
Sistem Politik Komunisme
A. Pengertian Komunisme
Kata "komunisme" selalu diartikan negatif, padahal konsep komunisme, dari kata "komuni" atau hidup bersama, segala sesuatu adalah milik bersama, saling menjaga.
B. Ciri-Ciri Sistem Politik Komunisme
Sistem politik komunisme memiliki beberapa ciri , yaitu :
- Partai
Komunis adalah partai berkuasa.
- Sentralisme demokratis, yang berarti
pembentukan aspirasi dari atas
(partai penguasa) ke bawah (rakyat).
(partai penguasa) ke bawah (rakyat).
- Negara mengatur / mengontrol perekonomian dan
segala aspek
kehidupan rakyat secara sentral.
kehidupan rakyat secara sentral.
- Parlemen ( National People Congress )
merupakan unsur pemerintahan
tertinggi.
tertinggi.
- Presiden adalah Kepala Negara. Pelaksana
pemerintahan sehari-hari
adalah Dewan Negara (State Council) yang dikepalai oleh Perdana
Menteri
adalah Dewan Negara (State Council) yang dikepalai oleh Perdana
Menteri
6.3 MENAMPIlKAN PERAN SERTA DALAM SISTEM POLITIK DI INDONESIA
1.) Mengidentifikasikan Ciri-Ciri
Masyarakat Politik
Masyarakat politik adalah masyarakat yang sadar
politik atau masyarakat yang keikutsertaan hidup bernegara menjadi penting
dalam kehidupannya sebagai warga Negara. Perlu diingat bahwa tugas-tugas Negara
bersifat menyeluruh dan kompleks, sehingga tanpa dukungan positif dari seluruh
warga Negara atau masyarakat, tugas-tugas Negara akan banyak yang terbengkalai.
Masyarakat politik yang terdiri dari elite politik dan massa politik serta menjadi peserta rutin dalam kompetisi politik harus dibangun sebagai komponen masyarakat yang mempunyai etika politik dalam demokrasi.
Mereka harus disadarkan bahwa demokrasi bukan hanya kompetisi bebas dengan menggunakan partai-partai untuk merebut jabatan pemerintahan, tetapi demokrasi juga adalah menghormati harkat martabat hidup manusia dan membangun system politik, ekonomi, dan sosial yang berdikari.
Ciri-ciri masyarakat politik antara lain :
Masyarakat politik yang terdiri dari elite politik dan massa politik serta menjadi peserta rutin dalam kompetisi politik harus dibangun sebagai komponen masyarakat yang mempunyai etika politik dalam demokrasi.
Mereka harus disadarkan bahwa demokrasi bukan hanya kompetisi bebas dengan menggunakan partai-partai untuk merebut jabatan pemerintahan, tetapi demokrasi juga adalah menghormati harkat martabat hidup manusia dan membangun system politik, ekonomi, dan sosial yang berdikari.
Ciri-ciri masyarakat politik antara lain :
- Dengan sadar
dan sukarela menggunakan hak pilihnya dalam pemilu terutama hak pilih aktif.
- Bersifat kritis
terhadap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dengan sikap:
- Menerima sebagaimana adanya
- Menolak dengan alasan tertentu, atau
- Ada yang suka diam tanpa memberikan reaksi apa-apa
- Menerima sebagaimana adanya
- Menolak dengan alasan tertentu, atau
- Ada yang suka diam tanpa memberikan reaksi apa-apa
- Memiliki
komitmen kuat terhadap partai politik yang menjadi pilihannya
- Dalam
penyelesaiannya suatu masalah lebih suka dengan cara dialog atau musyawarah.
2.) Menunjukkan Perilaku Politik Yang Sesuai Aturan
Sebelum membahas perilaku politik yang sesuai aturan, maka terlebih dahulu kita pelajari mengenai bentuk-bentuk partisipasi politik yang terjadi di berbagai negara yang dapat dibedakan dalam kegiatan politik yang berbentuk konvensional dan non konvensional, termasuk yang mungkin legal (seperti petisi) maupun illegal (cara kekerasan atau revolusi). Bentuk-bentuk dan frekuensi partisipasi politik dapat dipakai sebagai ukuran untuk menilai stabilitas sistem politik, integritas kehidupan politik, kepuasan atau ketidakpuasan warga negara. Berikut ini adalah bentuk-bentuk partisipasi menurut Almond.
Konvensional
|
Non Konvensional
|
Pemberian suara (Voting)
Diskusi Politik
Kegiatan Kampanye
Membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan
Komunikasi individual dengan pejabat politik / administratif
|
Pengajuan Petisi
Berdemonstrasi
Konfrontasi
Mogok
Tindak kekerasan politik terhadap harta benda perusakan, pemboman, pembakaran
Tindak kekerasan politik terhadap manusia: penculikan, pembunuhan, perang gerilya/revolusi.
|
Kegiatan politik yang berbentuk konvensional dan non konvensional di atas ada beberapa hal yang menunjukkan perilaku politik yang sesuai aturan dan yang tidak sesuai aturan; Yang sesuai aturan seperti ( Pemberian suara/Voting, Diskusi Politik, Kegiatan Kampanye, Pengajuan Petisi, Berdemonstrasi), dan kegiatan politik yang tidak sesuai aturan seperti ( Tindak kekerasan politik terhadap harta benda perusakan, pemboman, pembakaran, Tindak kekerasan politik terhadap manusia: penculikan, pembunuhan)
3.) Mensimulasikan Salah Satu Kegiatan Politik Yang
Diselenggarakan Oleh Pemerintah (pemilu)
Berikut ini ada sedikit simulasi/penduan tentang tata cara pemungutan suara
pemilu legislatif 2009.
Detail pemungutan suara adalah seperti ini:
o
Pemilih masuk ke Tempat Pemungutan
Suara(TPS) sesuai yang tercantum di undangan pemberitahuan (c4).
o
Daftarkan diri Anda di meja pencatatan
kehadiran pemilih dengan menyerahkan undangan tersebut. Apabila undangan rusak
atau hilang dapat dengan mempergunakan ktp.
o
Silakan duduk di tempat yang disediakan
sambil menunggu nama Anda dipanggil petugas.
o
Saat dipanggil silakan menuju ke tempat
petugas untuk menerima 4 buah surat suara (Untuk DKI Jakarta menerima 3 buah).
Surat suara tersebut untuk memilih anggota DPR RI, DPD, DPRD Propinsi, DPRD
Kota/Kabupaten (kecuali Jakarta).
o
Pemilih menuju bilik suara dan melakukan
pencontrengan.
o
Silakan mencontreng satu kali pada nama
partai atau nama caleg atau nomor caleg di surat suara DPR RI dan DPRD.
Mencontreng pada kolom foto di surat suara DPD.
o
Tahap selanjutnya adalah mencelupkan
jari ke dalam tinta sebagai tanda telah memberikan suara dan biasanya hanya
satu jari.
o
Pemilih meninggalkan TPS.
Cara Mencontreng
Suara Sah
o
Untuk memilih anggota DPR RI dan DPRD
adalah dengan memberi contreng/tanda centang (v) pada:
o
Nama partai (gambar dan nomor urut
partai juga boleh) atau
o
Nomor urut caleg atau
o
Nama caleg.
o
Untuk memilih anggota DPD dengan
mencontreng di kolom foto.
Selain itu, tanda coblos, tanda silang
(x), tanda garis datar (-) serta tanda centang (v) yang tidak sempurna yaitu
dalam bentuk (/) atau (), suaranya tetap dianggap sah.
Suara Tidak Sah
o Tidak sah apabila mencontreng lebih dari satu kali dalam partai yang berbeda di surat suara DPR RI dan DPRD.
o
Tidak sah apabila mencontreng lebih dari
satu kali dalam foto yang berbeda di surat suara DPD.
4.) Berperan Serta Secara Aktif Dalam Sistem Politik Di
Indonesia
Peran serta dalam sistem politik dapat terwujud dalam bentuk partisipasi politik. Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta aktif dalam kehidupan politik, seperti memilih pemimpin Negara atau upaya-upaya mempengaruhi kebijakan pemerintahan. Kehidupan system politik Indonesia yang demokratis dan partisipasif dapat dilihat dari peran serta masyarakat kepada pengambangan demokrasinya.
MenurutGulthom adanya
4 sifat atau kualifikasi partisipasi yaitu sebagai berikut.
a.) Positif , apabila partisipasi itu mendukung kelancaraan usaha bersama mencapai tujuan yang diinginkan.
b.)Kreatif , berarti ketertiban yang berbeda cipta, tidak hanya sekedar ikut suatu kegiatan yang berdaya cipta, tidak hanya melaksanakan perintahan alasan melainkan memikirkan suatu yang baru.
c.)Kritis - Korektif -Konstruktif , apabila keterlibatan dilakukan dengan mengkaji suatu jenis atau bentuk kegiatan. Menunjukan kekurangan atau kesalahan dan memberikan alternatif yang baik.
d.)Realistis , berarti dengan memperhitungkan realita atau kenyataan, baik kenyataan dalam masyarakat maupun kenyataan mengenai kemampuan pelaksanaan kegiatan waktu yang tersedia kesempatan dan keterampilan para pelaksana.
a.) Positif , apabila partisipasi itu mendukung kelancaraan usaha bersama mencapai tujuan yang diinginkan.
b.)Kreatif , berarti ketertiban yang berbeda cipta, tidak hanya sekedar ikut suatu kegiatan yang berdaya cipta, tidak hanya melaksanakan perintahan alasan melainkan memikirkan suatu yang baru.
c.)Kritis - Korektif -Konstruktif , apabila keterlibatan dilakukan dengan mengkaji suatu jenis atau bentuk kegiatan. Menunjukan kekurangan atau kesalahan dan memberikan alternatif yang baik.
d.)Realistis , berarti dengan memperhitungkan realita atau kenyataan, baik kenyataan dalam masyarakat maupun kenyataan mengenai kemampuan pelaksanaan kegiatan waktu yang tersedia kesempatan dan keterampilan para pelaksana.
Cara-cara yang umum yang dilakukan
untuk menyampaikan aspirasi atau peran serta dalam melakukan partisipasi
politik adalah:
+ Memberikan suara dalam pemilu
+ Terlibat dalam kampanye
+ Diskusi Politik
+ Komunikasi individual dengan pejabat politik / administrat
+ Demonstrasi. Dll
Tidak ada komentar:
Posting Komentar